Andi Siti Farah Dila (240907501008)
SANGGAR SENI PATONRO
Sanggar Seni Patonro terbentuk pada tanggal 13 Januari 2010 di Makassar kemudian berbadan hukum pada tanggal 7 Januari 2016 berdasarkan akte notaris Ursula Mogot, SH.,M.Kn.
Sanggar Seni Patonro didirikan dengan tujuan utama untuk membina generasi muda mengenai kesenian daerah, khususnya dari Sulawesi Selatan. Untuk mencapai hal ini, mereka memberikan pelatihan tari dan musik daerah Sulawesi Selatan. Selain itu, mereka juga berupaya mempromosikan dan melestarikan kebudayaan kesenian daerah melalui berbagai pertunjukan. Sanggar ini juga berperan sebagai ujung tombak dalam melestarikan tradisi Sulawesi Selatan dan Indonesia secara umum.
Program kerja Sanggar Seni Patonro berfokus pada penampilan dan penciptaan karya seni. Mereka menampilkan seni tari dan musik, baik yang tradisional maupun garapan baru. Selain menampilkan, mereka juga aktif melakukan pelatihan tari dan musik. Di samping itu, sanggar ini berkomitmen untuk menciptakan karya-karya tari dan musik terbaru yang bersumber dari kekayaan tradisi lokal.
Di tahun 2025 ini Sanggar Seni Patonro ikut berpartisipasi dengan menampilkan karya-karya terbaik dari Sulawesi Selatan selain itu juga menampilkan Tari Tradisional yaitu Tari Pakarena yang menjadi salah satu bentuk kesenian tradisi Sulawesi Selatan yang ada sejak turun temurun, juga menampilkan Atraksi musik tradisi Tunrung Pakanjara, Tunrung Rua, Tunrung Se’re dan Atraksi menarik lainnya.
I. BRAINSTORMING
Komunitas Sanggar Seni Patonro hadir sebagai wadah pelestarian sekaligus pengembangan seni dan budaya lokal agar tetap hidup di tengah masyarakat modern. Produk utama yang ditawarkan berupa pertunjukan seni tradisional (tari dan musik tradisional), workshop serta kelas singkat untuk pelajar dan wisatawan, hingga konten digital bernuansa budaya.
Target pasar mencakup masyarakat lokal (siswa, mahasiswa, keluarga), nasional (komunitas seni, instansi, event organizer), hingga internasional (wisatawan, peneliti, dan lembaga budaya). Keunggulan utama terletak pada kombinasi pelestarian tradisi dengan sentuhan modern, seniman berpengalaman sebagai pengajar, serta fleksibilitas pertunjukan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan acara.
Promosi dilakukan melalui media sosial, kolaborasi dengan sekolah, kampus, dan dinas pariwisata, serta keterlibatan dalam festival budaya. Lokasi utama berupa sanggar sebagai pusat kegiatan, dengan distribusi melalui pertunjukan keliling, kerja sama dengan desa wisata dan hotel, serta pemanfaatan platform digital untuk kelas daring yaitu dengan memberikan tutorial tari tradisional dan lainnya.
Identitas brand dirancang agar sederhana namun kuat, dengan nama yang mencerminkan kearifan lokal, dengan menggunakan Patonro sebagai logo yang berbasis simbol budaya, dan warna khas seperti coklat, emas, dan merah.
II. AKAL
Dalam tahap Analisis, Komunitas Sanggar Seni Patonro perlu memahami masalah sekaligus peluang, misalnya seni tradisional yang mulai ditinggalkan tetapi justru memiliki potensi besar di era pariwisata budaya dan pemasaran digital. Dari situ muncul Kreativitas berupa ide mengemas seni menjadi produk bernilai, seperti workshop tari untuk wisatawan, souvenir bernuansa budaya, hingga konten digital yang menarik generasi muda. Ide ini kemudian diwujudkan lewat Aksi, misalnya membuat prototipe produk, menguji coba di acara budaya, serta menjalin kerja sama dengan sekolah, komunitas, dan dinas pariwisata. Selanjutnya, ditentukan Langkah pengembangan: jangka pendek dengan promosi digital dan event kecil, jangka menengah dengan memperluas produk dan jaringan, serta jangka panjang menjadikan sanggar sebagai pusat seni tradisional modern sekaligus destinasi wisata budaya.
III. RANCANGAN DESAIN
Sketsa 1:

Di bagian atas, terdapat area untuk logo dan di sebelahnya ada tulisan "Ikon Penari". Ini mengindikasikan bahwa desain ini akan menggunakan simbol atau ikon yang merepresentasikan seorang penari. Simbol ini kemungkinan besar akan digunakan sebagai identitas visual utama, menyimbolkan gerakan, keanggunan, atau ciri khas dari Tari Pakkarena. Secara keseluruhan, sketsa ini memiliki tujuan untuk mengkomunikasikan esensi Tari Pakkarena melalui kombinasi ikonografi, teks, dan fotografi. Bentuk vertikal dan melengkung yang dominan memberikan nuansa tradisional dan artistik yang sejalan dengan subjek yang diangkat.
Sketsa 2:
Di bagian atas, terdapat pertanyaan "Apa itu Tari Bombang Losari?". Ini berfungsi sebagai judul yang langsung menarik perhatian audiens dan mengundang mereka untuk mencari tahu lebih lanjut. Pertanyaan ini menunjukkan bahwa desain ini bertujuan untuk mengedukasi tentang tarian tersebut. Elemen sentral dalam sketsa ini adalah kotak besar bertuliskan "Gambar Penari". Posisi di tengah menunjukkan bahwa visualisasi penari adalah elemen terpenting yang ingin ditampilkan. Gambar ini akan menjadi daya tarik utama yang secara langsung merepresentasikan tarian tersebut.
Sketsa 3:
Di bagian atas, tertera lokasi "Makassar, Sulsel" dan nama "SANGGAR SENI PATONRO". Ini langsung mengidentifikasi siapa penyelenggara acara dan di mana lokasinya. Kata "Mempersembahkan" menghubungkan sanggar dengan pertunjukan yang akan ditampilkan. Elemen paling dominan di sisi kanan adalah lingkaran besar dengan tulisan "Gambar Tarian". Bentuk lingkaran yang mencolok ini berfungsi sebagai fokus visual untuk menempatkan foto atau ilustrasi penari yang akan menarik perhatian pembaca. Lingkaran sering melambangkan kesempurnaan atau keutuhan, yang dapat memberikan kesan elegan dan harmonis pada desain.
Sketsa 4:
Di bagian atas, terdapat tulisan "Sanggar Seni Patonro Membuka Kelas" yang langsung menjelaskan tujuan utama dari media promosi ini, yaitu merekrut peserta baru. Terdapat empat kotak yang berisi jenis-jenis kelas tari yang ditawarkan. Kotak-kotak tersebut berfungsi untuk memisahkan setiap jenis kelas agar informasi lebih terorganisir dan mudah dibaca. Secara keseluruhan, sketsa ini adalah tata letak dasar yang mengutamakan penyampaian informasi secara langsung dan terstruktur. Desain ini menggabungkan informasi teks mengenai penawaran kelas dengan elemen visual berupa ikon untuk memperkuat identitas budaya sanggar tersebut.
Sketsa 5:
Di bagian atas, ada ruang untuk Logo dan di sisi kanan atas serta kiri bawah, terdapat kotak untuk "gambar Penari". Penempatan elemen visual ini bertujuan untuk langsung menunjukkan bidang gerak sanggar, yaitu seni tari. Secara keseluruhan, sketsa ini adalah tata letak dasar yang efektif untuk sebuah kartu nama. Desainnya mengutamakan keselarasan antara identitas visual dan informasi kontak, sehingga audiens dapat dengan cepat mengenali sanggar, mengetahui fokusnya, dan cara menghubunginya.
Sketsa 6:
Sketsa ini merupakan rancangan awal layout promosi untuk Sanggar Seni Patonro. Di bagian atas terdapat logo dan nama sanggar, yang berfungsi sebagai identitas utama agar audiens langsung mengenali brand. Di tengah terdapat tiga kotak untuk gambar 1, gambar 2, dan gambar 3. Penempatan gambar dibuat sejajar dengan gambar utama (gambar 2) di tengah, menandakan bahwa gambar tersebut adalah fokus utama (misalnya foto pertunjukan atau ikon seni tradisional). Sementara gambar 1 dan 3 di sisi kiri dan kanan berfungsi sebagai pelengkap atau variasi visual agar tampilan seimbang.
IV. ALAT GAMBAR
Analisis poster Sanggar Seni Patonro dari sisi alat gambar (elemen desain visual), berikut penjelasannya:
1. Visualisasi (Desain Kasar)
Tahap awal dibuat sketsa kasar untuk menentukan komposisi: penari sebagai objek utama di sisi kiri, teks promosi di sisi kanan, serta tambahan foto kecil di bagian bawah. Desain kasar ini berfungsi sebagai peta tata letak.
2. Bentuk
Bentuk yang dipakai dominan organis (penari dengan busana tradisional, gerakan tari) dipadukan dengan bentuk geometris sederhana (bidang persegi panjang melengkung sebagai latar teks). Bentuk ini memberi kesan formal tapi tetap dinamis.
3. Garis
Garis yang muncul tidak terlalu menonjol, tapi terlihat pada:
- Garis melengkung dari posisi tangan penari → memberi kesan luwes dan mengikuti ritme tari.
- Garis tegas geometris pada bidang teks → membantu menata informasi agar mudah dibaca.
4. Gambar
Gambar utama adalah foto penari tradisional yang menjadi simbol budaya. Ditambah foto kecil di bagian bawah untuk memperkuat kesan kebersamaan dan aktivitas nyata sanggar.
5. Warna
Warna didominasi emas dan kuning → melambangkan kemewahan, kehangatan, dan budaya tradisional.
- Cokelat gelap → digunakan untuk teks agar kontras dengan latar.
- Busana penari (kuning, merah, hijau, biru) → menambah keceriaan dan mempertegas nuansa etnik.
Jadi, alat gambar dalam poster ini bekerja sama untuk menekankan identitas sanggar: megah, tradisional, sekaligus hangat dan mengundang.
V. VISUALISASI DARI SKETSA 1 YANG DIJADIKAN POSTER

Desain promosi Sanggar Seni Patonro ini menonjolkan identitas budaya melalui visual penari tradisional dengan kostum khas Sulawesi Selatan. Posisi penari ditempatkan di sisi kiri sebagai elemen utama yang langsung menarik perhatian, sementara di sisi kanan terdapat kotak berisi nama sanggar dan kalimat ajakan “Daftar Sekarang” untuk menekankan pesan promosi.
Latar belakang berwarna emas dengan tekstur kain memberikan kesan elegan, hangat, dan bernuansa tradisional, sehingga memperkuat identitas seni budaya. Di bagian bawah, terdapat foto tambahan berupa aktivitas komunitas dan pertunjukan tari, yang berfungsi sebagai bukti nyata kegiatan sanggar sekaligus penambah daya tarik visual.
Informasi kontak seperti akun Instagram dan nomor telepon ditempatkan di bagian bawah agar mudah diakses, sekaligus sebagai penutup alur informasi. Bentuk layout ini dipilih agar pembaca bisa mengikuti alur komunikasi visual dengan jelas: dari visual utama (penari) → ajakan promosi → contoh kegiatan → informasi kontak.





0 Komentar